![]() |
Almarhum Brigadir Muhammad Nurhadi.(Istimewa). |
PARAGRAFNEWS.id — Dugaan kematian tidak wajar kembali mencuat ke permukaan publik. Kali ini menimpa Brigadir MN, seorang anggota Polisi yang ditemukan tewas di kolam renang sebuah hotel mewah di Gili Trawangan, Lombok Utara. Peristiwa ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama karena berbagai kejanggalan dalam proses penanganan kasus oleh Polda NTB.
Menurut keterangan keluarga korban, Brigadir MN dikenal sebagai sosok sederhana, berperilaku baik, dan terakhir terlihat dalam kondisi sehat saat meninggalkan rumah bersama dua atasannya, yaitu Kompol Yogi Purusa Utama dan IPDA Haris Candra. Namun, jasadnya kemudian ditemukan tenggelam di kolam renang sedalam hanya 1,2 meter—padahal tinggi tubuh korban sekitar 1,6 meter—menimbulkan kecurigaan publik: benarkah ia tewas karena tenggelam?
Lebih mencurigakan lagi, korban ditemukan sekitar pukul 17.00 WITA namun baru dibawa ke klinik sekitar pukul 22.00 WITA dengan menggunakan cidomo (kereta kuda), bukan ambulans. Selain itu, menurut pihak keluarga, terdapat luka lebam di wajah korban, yang semakin menguatkan dugaan adanya kekerasan sebelum kematian.
Paralel dengan Kasus LNS Tahun 2020
Publik pun kembali mengingat kasus serupa yang terjadi pada tahun 2020, yakni kematian Almarhumah LNS, seorang mahasiswa S2 di Mataram. Awalnya, kematian LNS diduga sebagai bunuh diri, namun setelah dilakukan ekshumasi dan pemeriksaan forensik, terungkap bahwa LNS dibunuh oleh kekasihnya, yang merupakan anak seorang anggota Polisi.
Yan Mangandar Putra, Pengacara Publik LKBH FH UMMAT yang juga menjadi bagian dari Tim Hukum Keluarga Korban LNS, menyatakan bahwa terdapat dua kemungkinan kuat dalam kematian LNS:
1. Pembunuhan spontan, di mana pelaku melakukan kekerasan saat terjadi cekcok hingga korban tak berdaya, lalu digantung.
2. Pembunuhan berencana, di mana pelaku sejak awal berniat membunuh korban dan merekayasa kematiannya seolah bunuh diri.
Pemeriksaan forensik akhirnya membuktikan bahwa korban memang dibunuh terlebih dahulu, baru kemudian digantung untuk menutupi jejak kejahatan. Fakta ini menjadi landasan kuat untuk mencurigai bahwa kasus kematian Brigadir MN juga dapat mengarah pada pembunuhan, baik yang spontan maupun terencana.
Desakan Keterbukaan dan Transparansi dari Pihak Berwenang
Pihak keluarga melalui Tim Hukum mendesak agar Polda NTB bersikap jujur, terbuka, dan profesional dalam menangani kasus ini. Hasil pemeriksaan forensik terhadap jenazah korban harus segera disampaikan kepada keluarga agar langkah hukum selanjutnya dapat diambil. Penundaan informasi dapat membuka celah terjadinya rekayasa kasus, hilangnya barang bukti, hingga pengaburan fakta dan pelaku sebenarnya.
“Jangan biarkan kasus ini berlarut-larut tanpa kepastian hukum. Penegakan hukum yang transparan adalah harga mati demi keadilan bagi keluarga korban dan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” tegas Yan Mangandar Putra dalam keterangan tertulisnya.
Kasus kematian Brigadir MN kini menjadi perhatian luas. Masyarakat berharap agar tidak ada lagi upaya menutup-nutupi kebenaran, apalagi jika melibatkan oknum di lingkup kepolisian itu sendiri. Seperti kasus LNS, hanya dengan desakan publik, pendampingan hukum yang kuat, serta integritas tim forensik, kebenaran akhirnya terungkap.