![]() |
Pojok NTB menggelar diskusi publik perdana di Kota Mataram.(PARAGRAFNEWS). |
PARAGRAFNEWS.id – Pojok NTB menggelar dialog publik bertajuk "Meritokrasi Ala Iqbal-Dinda: Solusi Birokrasi atau Gimik Politik?" pada Jumat malam, 16 Mei 2025, di Meeino Warking, Kota Mataram. Acara ini dihadiri ratusan peserta dari kalangan akademisi, aktivis, LSM, advokat, pegiat sosial, hingga mantan pejabat daerah.
Dialog publik ini merupakan inisiatif Pojok NTB untuk menyikapi dan mengkritisi kebijakan yang diusung Gubernur NTB Iqbal dan Wakil Gubernur Dinda, khususnya soal penerapan prinsip meritokrasi dalam birokrasi pemerintahan.
Direktur Pojok NTB, M. Fihiruddin, dalam sambutannya menegaskan bahwa narasi meritokrasi yang digaungkan Iqbal-Dinda sejauh ini belum terbukti secara konkret. Ia menyebut bahwa yang terjadi hanyalah retorika politik tanpa kebijakan nyata.
“Kami memandang, meritokrasi baru sebatas narasi dan retorika belaka. Kita belum melihat terjemahan konkretnya dalam bentuk kebijakan,” ungkap Fihiruddin.
Ia juga menyoroti mutasi pejabat baru-baru ini yang dianggapnya tidak sesuai prinsip meritokrasi. Dari 72 pejabat yang dimutasi, banyak di antaranya tidak ditempatkan sesuai keahlian dan kompetensi.
“Ini bicara meritokrasi, tapi saat menggelar mutasi, banyak blunder. Publik bisa menilai, jangan anggap mereka bodoh,” tambahnya.
Pojok NTB menyatakan akan terus mengawal dan mengkritisi kebijakan Iqbal-Dinda lewat forum-forum diskusi yang digelar secara rutin setiap bulan.
DPRD NTB: Meritokrasi Harus Tingkatkan Pelayanan Publik
Ketua Komisi I DPRD NTB, Muhammad Akri, yang juga menjabat Sekretaris DPW PPP NTB, mengapresiasi penyelenggaraan dialog publik tersebut. Menurutnya, forum seperti ini penting sebagai wujud akuntabilitas publik.
“Kami di DPRD, khususnya Komisi I, akan serius mengawal penerapan meritokrasi agar sesuai dengan prinsip-prinsip luhurnya,” tegas Akri.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan meritokrasi akan terlihat dari kualitas pelayanan publik. Jika pelayanan justru terganggu atau menurun, DPRD siap mengkritisi kebijakan tersebut.
“Gubernur nanti akan mempertanggungjawabkan kepada publik. Publik yang akan menilai hasilnya,” imbuhnya.
Akademisi: Meritokrasi Terhambat oleh Intervensi Politik
Pengamat politik sekaligus akademisi Fisip Universitas 45 Mataram, Dr. Alfisyahrin, menyampaikan pandangannya mengenai tantangan meritokrasi dalam konteks kekuasaan politik di NTB.
Ia mengungkap bahwa secara teoritis, meritokrasi adalah sistem ideal, namun sulit diterapkan karena adanya patronase dan pengaruh politik di balik panggung kekuasaan.
“Dalam praktik kekuasaan kita, meritokrasi seringkali hanya jadi teori. Di belakang panggung, tetap ada akomodasi kepentingan,” jelas Alfisyahrin.
Terkait mutasi pejabat, ia menyebut hanya sekitar 40 persen yang benar-benar mencerminkan prinsip meritokrasi, seperti kapabilitas, prestasi, dan kualifikasi.
Mahasiswa Kritik Gimik Politik Iqbal-Dinda
Sejumlah mahasiswa yang hadir dalam forum tersebut juga menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kinerja Iqbal-Dinda. Perwakilan mahasiswi, El Wani Pramesti, menyebut bahwa belum terlihat kebijakan konkret dari pasangan gubernur-wakil gubernur tersebut.
“Jujur kami belum merasakan hasil kerja nyata dari pemimpin kami. Hanya gimik di media sosial, tapi di lapangan tidak ada dampak,” kata El Wani.
Ia juga menyampaikan keinginannya agar mahasiswa bisa duduk bersama dengan Gubernur Iqbal untuk mendengar langsung penjelasan tentang program kerja dan pencapaiannya.
“Kami iri melihat daerah lain yang sudah merasakan kebijakan langsung dari pemimpinnya,” tandasnya.