![]() |
Diskusi publik perdana yang digelar Pojok NTB di Kota Mataram menghadirkan akademisi dan anggota DPRD NTB.(PARAGRAFNEWS). |
PARAGRAFNEWS.id – Pojok NTB memastikan akan menggelar diskusi publik secara rutin setiap bulan sebagai bentuk kontrol sosial terhadap jalannya pemerintahan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB Iqbal-Dinda.
Komitmen ini disampaikan oleh Direktur Pojok NTB, M. Fihiruddin, dalam dialog publik perdana bertema "Meritokrasi Ala Iqbal-Dinda: Solusi Birokrasi atau Gimik Politik?" yang digelar di Meeino Warking, Kota Mataram, Jumat malam 16 Mei 2025.
Menurut Fihiruddin, forum ini adalah upaya untuk menyuarakan keresahan masyarakat sekaligus memberikan kritik, masukan, dan alternatif solusi terhadap berbagai kebijakan yang diambil pemerintah provinsi.
“Kita akan buat dialog publik setiap bulan. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral kami sebagai representasi keresahan publik terhadap jalannya pemerintahan,” kata Fihiruddin.
Ia menegaskan, agenda ini bukan sekadar seremonial atau kegiatan elitis, melainkan ruang partisipatif untuk mengevaluasi secara terbuka kebijakan yang dirasakan masyarakat belum menyentuh substansi persoalan di lapangan.
Pojok NTB menilai, dalam era kepemimpinan Iqbal-Dinda yang baru berjalan beberapa bulan, narasi besar seperti meritokrasi, reformasi birokrasi, hingga pelayanan publik belum diterjemahkan secara konkret dalam kebijakan-kebijakan yang berdampak langsung pada masyarakat.
“Publik perlu ruang untuk menyuarakan pendapatnya. Pemerintah juga perlu mendengar suara kritis dari luar lingkar kekuasaan agar tidak berjalan di lorong yang gelap,” lanjutnya.
Rencana diskusi bulanan ini akan mengangkat tema-tema strategis seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi daerah, pengelolaan anggaran, hingga etika dan integritas pejabat publik.
Fihiruddin juga menyebut, diskusi bulanan ini akan melibatkan berbagai pihak, mulai dari akademisi, LSM, mahasiswa, DPRD, praktisi hukum, dan masyarakat umum. Pojok NTB ingin membangun tradisi dialog terbuka yang berkelanjutan sebagai bentuk demokrasi deliberatif di NTB.
“Kontrol terhadap kekuasaan harus dilakukan terus-menerus. Jangan tunggu lima tahun baru kita bereaksi. Kritik harus hadir sejak awal,” tegasnya.