Notification

×

Iklan

Iklan

Pemprov NTB Imbau Pihak Bersengketa di Gili Trawangan Menahan Diri, Konflik Sewa Lahan Berpotensi Ganggu Pariwisata

| Senin, Juni 02, 2025 WIB Last Updated 2025-06-02T04:54:10Z
Sejumlah warga sedang menyegel hostel yang disewa WNA asal Australia.(Istimewa).


PARAGRAFNEWS.id – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) melalui UPTD Gili Tramena mengimbau semua pihak yang terlibat dalam sengketa lahan di Gili Trawangan untuk menahan diri dan tidak melakukan tindakan yang dapat memperkeruh suasana.


Sengketa ini mencuat setelah terjadi keributan antara warga lokal, H. Suriamin, dan warga negara asing (WNA) asal Australia, Brendan Edward Muir, yang diketahui merupakan penyewa lahan untuk pembangunan akomodasi wisata Hostel My Mate Palace. 


Dalam video yang beredar luas di media sosial, terlihat bangunan hostel tersebut disegel oleh pihak lokal, yang kemudian memicu reaksi masyarakat dan meminta agar Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, segera turun tangan.


Kepala UPTD Gili Tramena, Mawardi Khairi, menanggapi polemik tersebut dengan meminta semua pihak menahan diri dan menyerahkan penyelesaian sengketa kepada mekanisme hukum yang berlaku.


“Pemprov akan bersikap bijak dalam mengambil keputusan agar tidak ada pihak yang dirugikan. Namun, semua harus sesuai dengan aturan hukum yang berlaku,” tegas Mawardi, Senin 2 Juni 2025.


Sengketa ini bermula dari perjanjian sewa lahan antara H. Suriamin (warga Gili Trawangan) dengan Brendan Edward Muir yang mewakili PT Wyndarra Gili Developments. Kontrak sewa tersebut berlaku selama 20 tahun, sejak 27 Mei 2015 hingga 27 Mei 2035, dengan total nilai kontrak sebesar Rp 7,525 miliar.


Adapun sistem pembayaran dalam kontrak tersebut dibagi menjadi empat tahap lima tahunan:


1. Tahun 2015–2020: Rp 1.750.000.000


2. Tahun 2020–2025: Rp 1.837.500.000


3. Tahun 2025–2030: Rp 1.925.000.000


4. Tahun 2030–2035: Rp 2.012.500.000



Namun, sejak pemutusan kontrak antara Pemprov NTB dengan PT Gili Trawangan Indah (GTI) pada tahun 2021, Pemprov NTB melalui Satgas GTI bersama KPK RI dan Kejati NTB melarang pembayaran kontrak dilakukan kepada individu atau kelompok masyarakat, dan mewajibkan pembayaran dilakukan langsung ke pemerintah provinsi.


Hal inilah yang kemudian menjadi dasar penolakan pihak Brendan Muir untuk meneruskan pembayaran sewa kepada H. Suriamin, yang lantas memicu aksi penyegelan bangunan hostel oleh pihak lokal pada 29 Mei 2025.


Menurut data UPTD Gili Tramena, lahan seluas ±31,6 are tersebut dikuasai H. Suriamin berdasarkan SPPT nomor 52.08.050.003.004-0066.0 dan 52.08.050.003.004-0067.0, yang diklaim sebagai tanah kosong. Di atas lahan itu, Brendan Muir kemudian membangun Hostel My Mate Palace dengan kapasitas sekitar 30 kamar.


Mawardi menambahkan, berdasarkan catatan UPTD, terdapat sekitar 20 perusahaan atau Penanaman Modal Asing (PMA) yang memiliki perjanjian sewa-menyewa lahan secara informal (di bawah tangan) dengan masyarakat setempat sebelum pemutusan kontrak GTI pada 2021.


“Seluruh permohonan kerjasama pemanfaatan lahan oleh para pihak kini sedang dalam proses pengkajian oleh Pemprov NTB,” ungkap Mawardi.


Ia juga menyebutkan bahwa mediasi antara pihak bersengketa sempat dilakukan pada Februari 2025, namun H. Suriamin tidak hadir, sehingga belum tercapai kesepakatan.


Pemprov NTB menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan sengketa ini secara adil dan berdasarkan hukum. Pemprov tidak ingin konflik semacam ini mencoreng citra Gili Trawangan sebagai destinasi pariwisata internasional.


“Kami mengimbau semua pihak menahan diri dan tidak melakukan tindakan yang bisa memicu konflik lebih besar. Keamanan dan ketertiban di kawasan wisata seperti Gili Trawangan harus menjadi prioritas bersama,” pungkas Mawardi.

×
Berita Terbaru Update